Mukmin Muhammad
email mukmintomy48048@gmail.com
Pilar dari suatu negara hukum adalah adanya lembaga yudisial / peradilan yang independen.Kekuasaan lembaga Yudisial yang independen dimaksudkan agar tidak ada campur tangan dengan lembaga-lembaga diluar peradilan terutama Eksekutif dan Legislatif. Salah satu pilar terpenting dalam menjalankan prinsip-prinsip demokrasi,negara hukum dan penegakan Hak Asasi Manusia adalah menjamin dan menjaga kekuasaan kehakiman yang merdeka,jika terjadi campur tangan yang mengancam atau mengurangi makna (begrip) kekuasaan kehakiman merupakan ancaman dan pengurangan terhadap Demokrasi,Negara Hukum dan Konstitusionalisme.Salah satu agenda utama Reformasi adalah memulihkan kemerdekaan kekuassaan keHakiman serta kebebasan Hakim.Setiap upaya meniadakan,mengurangi atau merendahkan martabatbat kekuasaan Kehakiman yang merdeka merupakan suatu tindakan yang anti Reformasi.
Kata Kunci : Kemerdekaan dan kebebasan Kehakiman.
Kata Kunci : Kemerdekaan dan kebebasan Kehakiman.
INDEPENDENSI YUDISIAL SEBAGAI PILAR DARI SUATU
NEGARA HUKUM
MUKMIN MUHAMMAD
email : mukmintomy48048@gmail.com
ABSTRAK
Pilar
dari suatu negara hukum adalah adanya lembaga yudisial/peradilan yang
independen. Kekuasaan lembaga yudisial yang independen dimaksudkan agar tidak
ada campur tangan dengan lembaga - lembaga diluar peradilan terutama eksekutif
dan legeslatif. Salah satu pilar terpenting dalam menjalankan prinsip - prinsip
demokrasi, negara hukum dan penegakan Hak Asasi Manusias adalah menjamin dan menjaga kekuasaan kehakiman yang
merdeka, jika terjadi campur tangan yang mengancam atau mengurangi makna
(begrip) kekuasaan kehakiman merupakan ancaman dan pengurangan terhadap
demokrasi, negara hukum dan konstitusionalisme. Salah satu agenda utama Reformasi adalah memulihkan kemerdekaan kekuasaan
kehakiman serta kebebasan hakim, setiap upaya meniadakan,mengurangi atau
merendahkan martabat kekuasaan kehakiman yang merdeka merupakan suatu tindakan
yang anti reformasi.
Kata Kunci : Kemerdekaan dan kebebasan kehakiman.
PENDAHULUAN
Dalam konstitusi negara Republik Indonesia
disebutkan bahwa negara Indonesia adalah
negara hukum (Recht Staat). Menurut Kant negara hukum adalah sebagai
nachtwakerstaat atau nachtwachtestaat (negara penjaga malam).Tugas negara
penjaga malam adalah menjamin ketertiban dan keamanan masyarakat. Negara
Indonesia adalah negara hukum yang bertipe Negara kesejahteraan (welfare state), negara bertipe welfare
state memiliki kewajiban untuk memberikan kesejahteraan bagi masyarakatnya dan
bertindak secara aktif agar dapat menyelenggarakan kesejahteraan rakyat. Negara
juga diberi kekuasaan untuk bertindak atas inisiatif sendiri. Dalam negara
hukum kesejahteraan, kewajiban untuk menyelenggarakan kesejahteraan rakyat
diletakkan dipundak pemerintah, ciri yang menonjol dalam negara kesejahteraan
yakni adanya campur tangan yang besar negara terhadap rakyatnya dan adanya
kewenangan Diskresi atau Freies
Ermessen. Dengan demikian syarat atau prinsip negara hukum menurut Eropa kontinental adalah :
a. Negara mengakui,menjamin dan
melindungi Hak Asasi
Manusia
b. Adanya pemisahan kekuasaan dalam
negara.
d. Adanya peradilan yang bebas dan
tidak memihak.
Indonesia adalah Negara hukum, salah
satu tujuan Negara hukum (Recht staat) adalah menegakkan keadilan,
Sarana yang digunakan dalam upaya penegakan keadilan adalah pemberian kekuasaan
pada Hakim dalam
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Dalam pandangan
umum Hakim adalah
figur utama diruang pengadilan karena Hakimlah yang mengarahkan persidangan di pengadilan
terutama dalam sistim peradilan Eropa kontinental termasuk dalam sistim
peradilan di Indonesia, karena satu-satunya penentu dalam putusan adalah Hakim.
Dalam pasal 24 ayat ( 2 ) UUD 1945
disebutkan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan
badan peradilan dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan
peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha
negara dan oleh sebuah mahkamah konstitusi. Hal ini berarti kekuasaan kehakiman
adalah kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan dalam penegakan
hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam
sebuah lembaga Negara yang telah ditetapkan oleh
Undang-undang yakni Mahkamah Agung dan badan peradilan, demi terselenggaranya
negara hukum Republik Indonesia.
Dasar hukum kekuasaan kehakiman diatur dalam Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman dalam pasal 2 UU No 48 Tahun 2009 disebutkan bahwa:
1.Peradilan dilakukan "Demi keadilan berdasarkan
KeTuhan Yang Maha Esa "
2.Peradilan negara menerapkan dan
menegakkan hukum dan keadilan
berdasar Pancasila
3.Semua peradilan diseluruh wilayah
negara Republik Indonesia adalah
peradilan negara yang diatur dengan
Undang - undang.
4.Peradilan dilakukan dengan sederhana,
cepat dan biaya ringan.
Sebagaimana telah disebutkan diatas bahwa
kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan
yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum,lingkungan peradilan
agama,lingkungan peradilan Militer,peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah
Mahkamah konstitusi.
PEMBAHASAN
1.Kemandirian Yudisial pada Negara Hukum
Dalam Undang - Undang Nomor 48 Tahun 2009
tentang kekuasaan Kehakiman pada pasal 1 aya ( 1 ) disebutkan bahwa :
"Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan
Pancasila dan Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia". Hal ini
berarti bahwa pilar dari suatu negara hukum adalah adanya lembaga Yudisial yang
independen,dimaksudkan agar tidak ada campur tangan dengan lembaga - lembaga
diluar peradilan terutama eksekutif dan legislatif.
Telah menjadi kelaziman dan diterima ilmiah
dalam praktik kekuasaan kehakiman yang merdeka dan kebebasan hakim merupakadua
ajaran yang berbeda, timbul dengan latar belakang dan alasan yang
berbeda.konsep membatasi kekuasaan yang menjadi dasar utama ajaran negara hukum, memerlukan pihak
ketiga yang netral (the third neutral party) untuk meyelesaikan perkara-perkara
atau sengketa antara kekuasaan dengan rakyat ( individu ).Untuk menjamin
obyektivitas dan keadilan, selain wajib menyelenggarakan memutus menurut hukum
( kecuali ada kekosongan hukum, hukum tidak jelas ,atau bertentangan dengan
keadilan) kekuasaan Hakim untuk memutus harus merdeka atau bebas dari segala bentuk pengaruh
atau tekanan kekuasaan ( kekuatan ) lain.
( Bagir Manan , 2017 : 15 ).
Hakim yang semestinya memutus secara benar
dan adil menjadi tidak benar dan tidak adil karena dipaksa memutus menurut
hukum yang secara substantif sewenang - wenang atau tidak adil.Apakah hal
srmacam ini dapat terjadi? Sangat mungkin,yaitu apabila pembentuk Undang-
Undang dengan sengaja membuat undang - undang yang sewenang- wenang,termasuk
undang - undang yang meniadakan atau mengurangi kemerdekaan kekuasaan kehakiman
atau kebebasan Hakim
itu sendiri.
Bagaimana mencegah apabila ada Undang ,- Undang yang
sewenang- wenang atau Undang - Undang yang dengan sengaja mengurangi
kemerdekaan kekuasaan kehakiman dan atau kebebasan Hakim ?.Paling tidak ada dua instrumen yang dapat
dipakai :
1.Ajaran hakim bukan mulut (corong ) Undang - Undang (
bouche de laloi,spreek buis van de wet,the moth of the law ).Hakim berhak menolak menerapkan atau
mengesampingkan Undang - Undang yang sewenang - wenang atau tidak adil,atau
sekurang- kurangnya melakukan penemuan hukum ( penafsiran,Konstruksi,dan lain-
lain ) untuk menemukan putusan yang benar dan adil.Tetapi hal ini dapat
dilakukan kalau ada kemerdekaan kekuasaan kehakiman dan kebebasan hakim.
2.,Pranata Judicial Review,memungkinkan pengadilan
atau Hakim
melepaskan diri dari belenggu Undang - Undang.Dengan alasan Undang - Undang
bertentangan dengan konstruksi Undang- undang Dasar,hakim dapat
mengesampingkan,menyatakan tidak sah atau membatalkan Undang - Undang ( Bagir Manan, 2017 : 17 ).
Dua faktor diatas merupakan dasar "Judicial discrction ". Tetapi perlu
diingat segala bentuk diskresi ( termasuk judicial discretion ),seperti
disampaikan oleh Peter H.Shuck dalam buku " Fundamental Of Administrative law" seperti orang
yang berjalan dilereng licin dan mudah tergelincir serta tidak
terkendali.Tetapi kebebasan hakim merupakan juga hukum,bermata dua.Disatu pihak
kebebasan hakim merupakan juga hukum,bermata dua.Disatu pihak kebebasan hakim
merupakan merupakan prasyarat mengadili secara benar dan adil.Dipihak lain
kebebasan itu dapat menjadi alat menindas dan memeras,menerima suap.Peluang ini
lebih besar atas dasar ( asas ) : "Hakim di larang menolak memutus perkara
dengan alasan kekosongan hukum atau hukum tidak jelas ". Asas ini dapat
disalahgunakan untuk memutus secara sewenang - wenang.Untuk
menghindari hal tersebut,selain senantiasa
menjungjung etika,kebebasan Hakim bukanlah kebebasan tanpa batas.
Lembaga perdilan sebagai lembaga publik harus
senantiasa terjamin akuntabilitasnya sebab sebagai lembaga publik tidak saja
bekerja untuk kepentingan individu trtentu tetapi lebih jauh dan lebih utama
adalah untuk kepentingan publik itu
sendiri,sehingga disyaratkan adanya independensi,dan independensi itu harus
dilengkapi dengan akuntabilitas.
2.Kekuasaan Kehakiman dalam Negara Demokrasi
Tentang kekuasaan kehakiman didalam Undang - undang
Dasar 1945 pasal 24 ayat ( 1 ) disebutkan bahwa : " Kekuasaan kehakiman
dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain - lain, badan kehakiman
".Lebih lanjut menurut pasal 24 ayat ( 2
) disebutkan pula : " susunan kekuasaan kehakiman itu diatur dengan
Undang - Undang ".
Menurut Fran
Cross ( dalam Bagir Manan : 2017 ), kemerdekaan kekuasaan kehakiman atau kebebasan hakim
diartikan bukan sebagai kemerdekaan atau kebebasan tanpa batas. Akan tetapi
Kemerdekaan kekuasaan kehakiman atau kebebasan hakim diartikan sebagai
kemerdekaan atau kebebasan dalam proses yudisial yang meliputi :
a.Bebas dari tekanan,campur tangan,dan rasa takut
ketika memeriksa dan
memutus
perkara.
b.Tidak.ada yang dapat menolak melaksanakan putusan Hakim,putusan
Hakim adalah hukum yang wajib ditaati dan dilaksanakan.
c.Hakim tidak dapat diganggu gugat atau dituntut
dengan alasan putusan
salah atau
merugikan orang lain.
d.Hakim tidak boleh dikenakan suatu tindakan ( seperti
penurunan pangkat,
diberhentikan ) karna putusannya.
Untuk lebih memperkukuh prinsip - prinsip diatas,masa
jabatan hakim tidak ditentukan batas umur tertentu, melainkan selama bertingkah
laku baik ( during good behavior) atau seumur hidup ( for live ). Demikian pula tata cara
penggajian atau kompensasi diatur secara khusus.
Kesadaran dan tanggung jawab dalam.menjamin atau
menjaga kekuasaan kehakiman yang merdeka merupakan salah satu pilar terpenting
dalam menjaga dan menjalankan prinsip - prinsip demokrasi,negara
hukum,konstitusionalisme dan penegakan Hak Asasi Manusia.Setiap bentuk campur
tangan yang mengancam atau mengurangi makna (
begrip) kekuasaan kehakiman merupakan ancaman dan pengurangan terhadap
demokrasi,negara hukum,konstitusionalisme dan penegakan Hak asasi manusia.
Dalam negara demokrasi yang antara lain bercirikan
pemisahan atau pembagian kekuasaan antar
lembaga negara,yang dikedepankan adalah lebih bersifat cheks and balances dalam
makna saling mengendalikan agar lembaga - lembaga tidak terperangkap
menggunakan kekuasaan yang bertentangan dengan prinsip - prinsip
demokrasi,negara hukum,konstitusionalisme.
Sebelum perubahan tidak ada pasal ( ketentuan ) dalam
UUD 1945 mengenai kekuasaan kehakiman yang merdeka prinsip ini dimuat sebagai
penjelasan pasal 24.Selain kemungkinan terburu - buru,the formes of the
constitution mungkin beranggapan demokrasi kehakiman yang merdeka tidak melekat
pada demokrasi dan negara hukum yang disertai kemerdekaan kekuasaan
kehakiman.Menyadari kekurangan itu penjelasan yang dibuat kemudian menegaskan :
" Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka,artinya terlepas dari
pengaruh kekuasaan pemerintah ",walaupun tidak dimuat dalam batang
tubuh,penjelasan itu merupakan manifestasi dari prinsip - prinsip UUD
1945,seperti prinsiip demokrasi ( kedaulatan rakyat ),prinsip hak asasi
manusia (pasal 27,pasal 28,dan pasal
29),dan prinsip negara hukum , itulah yang terjadi dalam praktik ( Bagir
Manan,2017 : 21 ).
Sasaran utama reformasi adalah memulihkan kemerdekaan
kekuasaan kehakiman dan kebebasan Hakim karena itu setiap.upaya meniadakan,mengurangi
atau merendahkan martabat kekuasaan kehakiman yang merdeka merupakan suatu
anti- tesis terhadap reformasi dan merupakan usaha membangun kekuasaan otoriter
baru.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian dalam pembahasan maka
kesimpulan yang dikemukakan adalah :
1.Pilar
dari suatu negara hukum adalah adanya lembaga Yudisial / peradilan yang
independen.Kekuasaan lembaga Yudisial yang independen dimaksudkan agar tidak
ada campur tangan dengan lembaga - lembaga diluar peradilan .
2.Dalam negara demokrasi pemisahan atau pembagian kekuasaan antar
lembaga negara,terutama pada aspek chek and balances,dalam makna saling
mengendalikan agar lembaga tidak terperangkap menggunakan kekuasaan yang
bertentangan dengan prinsip - prinsip demokrasi,negara hukum dan
konstitusionalisme.
3.Kesadaran dan tanggug jawab dalam menjamin kekuasaan
kehakiman yang merdeka merupakan pilar yang penting dalam menjalankan prinsip -
prinsip demokrasi,negara hukum dan konstitusionalisme.
DAFTAR PUSTAKA.
Bagir
Manan,2017,Menjaga independensi kekuasaan
kehakiman,Majalah peradilan
Tahun XXIV NO.
376,IKAHI,Jakarta.
Bagir
Manan,2001,Perkembangan pemikiran dan
pengaruran hak asasi manusia di
Indonesia,Alumny,Bandung.
Burhanuddin
Salam,H,1988,logika Formal ( filsafat
berfikir ),Bina aksara,Jakarta.
De Haan,P,et.al,1986,Bestuursrecht in de sociale Rechsstaat.Deel 1,Kluwer-Deventer.
Finch,John D.1979,Introduction to legal Theory,Sweet & Maxwell.
Friedman,W,1970,Legal
Theory,Columbia University Press,New York.
Hotma
P.Sibuea,2014,Ilmu Negara,Erlangga,Jakarta.
Handri
Raharjo,2016,Sistem Hukum Indonesia,Pustaka
Yustisia, Yogyakarta.
Mukmin
Muhammad,2017,Etika Administrasi Negara,Deepublish,Yogyakarta.
Mochtar
Kusumaatmadja and B.A.Sidarta,2000,Pengantar
Ilmu Hukum,Alumni,
Bandung.
Ridwan
HR,2016,Hukum Administrasi Negara,Raja
Grapindo Perkasa,Jakarta.
Peter
H.Schuck,2014,why Goverment Fails so
often,Princeton University Press.
Satjipto
Rahardjo,1999,Hukum dan Masyarakat,Angkasa,Bandung.
Soerjono
Soekanto,1983,Penegakan Hukum,Bina
Cipta,Bandung
Sudikno
Mertokusumo,2014,Teori Hukum ( edisi
revisi ),cahaya atma pustaka,
Yogyakarta.
Ten
Berge,J.B.J.M,1995,Bescherming Tegen
Overheid,W.E.J.Tjeenk Willing,Zwole.
Utrecht,E,1957,Pengantar dalam Hukum Indonesia,Ichtiar,Jakarta.
Van
Apeldoorn,L.J,Inleiding tot de studie van het Nederlandse Recht,W.E.J.Tjeen
Willink,Zwole.
Undang - Undang
Undang
- Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 Undang – Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman