.

.

.

.

.

.

.

.

.

RESPONSIBILITY OF THE STATE ADMINISTRATION FUNCTIONARY IN CASES OF CORRUPTION_Andi Desy Awaliah

Andi Desy Awaliah

Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia


Lost of administration officials act committed by state administrative decisions later on declared as a criminal act of corruption because there is evidence that a state administrative decision is causing loss to the economy or finance. Strict limits whether a state administrative official charged with corruption can be accounted for is the condition or objective factors on the field that if he is to act in accordance with the authority,making policies which is in fact contrary to his authority by laws and regulations.

Keywords : Officials,administrative,corruption,goverment,law



PERTANGGUNG JAWABAN PEJABAT ADMINISTRASI NEGARA DALAM HAL KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI

Andi Desy Awaliah


Banyak perbuatan pejabat administrasi negara yang dilakukan dengan keputusan administrasi negara yang di kemudian hari dinyatakan sebagai tindak pidana korupsi karena ditemukan adanya bukti bahwa suatu keputusan administrasi negara tersebut menimbulkan kerugian bagi perekonomian atau keuangan negara.Batasan yang tegas apakah seorang pejabat administrasi negara yang didakwa melakukan tindak pidana korupsi dapat dipertanggung jawabkan adalah kondisi atau faktor objektif dilapangan yaitu apakah ia melakukan tindakan yang sesuai dengan kewenangannya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kata kunci  : Pejabat,Administrasi Negara,Tindak pidana Korupsi,Pemerintahan,Hukum

                                                                                                                  *  *  *





Meraja Law Review,Personal publications

                                          Indexing & Abstracting







Member of



                                                             



                                     


                Citation & reverence manager



Plagiarism cheking by


KEBIJAKAN PEMBANGUNAN HUKUM DALAM RUMUSAN NORMATIF MENGENAI NEGARA HUKUM YANG BERDASARKAN KEDAULATAN RAKYAT_H.Nurdin



H. Nurdin
Universitas Islam Makassar 
ABSTRAK 
Meskipun secara normatif dan ideal konstitusional Indonesia adalah negara hukum yang berasaskan kedaulatan rakyat, implementasinya dalam praktik, baik pada masa kini maupun masa depan, tergantung pada budaya hukum dan politik yang berkembang di dalam masyarakat. Memang, ada semacam mitos konstitusionalisme yang berkembang di banyak negara, termasuk Indonesia, bahwa dengan memiliki sebuah  dokumen konstitusi yang menjamin tegaknya negara hukum, maka segala persoalan akan selesai dengan sendirinya. Sebuah negara hukum menghendaki orientasi pada ketentuan-ketentuan hukum dan prinsip-prinsip umum yang mendasarinya. Namun, demikian, para penyelenggara negara masa kini jangan terpaku pada asas legalitas secara kaku. Yang penting adalah mereka benar-benar menghayati “suasana kebatinan” sebuah negara hukum.
Kata kunci : Pembangunan negara hukum yang berkedaulatan rakyat


 PENDAHULUAN                                                                                        Rumusan normatif mengenai negara hukum yang berasaskan kedaulatan rakyat seperti disebutkan oleh UUD 1945 itu, dalam pelaksanaannya dapat diperlemah oleh karena UUD itu menegaskan bahwa susunan keanggotaan MPR (dan juga DPR) “ditetapkan dengan undang-undang”. Ketentuan yang singkat ini – yang tidak lazim ditemukan dalam konstitusi negar-negara lain pada umumnya – membuka peluang bagi mandataris untuk ikut menentukan susunan keanggotaan badan itu. Jadi, mandataris mengatur pemberi mandat. Salah satu kemungkinan yang akan terjadi ialah, adanya undang-undang yang justru akan memperlemah kedudukan MPR sebagai pelaksana kedaulatan rakyat dan juga sebagai lembaga yang memegang kekuasaan tertinggi. Hal seperti ini hanya mungkin dicegah dengan “semangat para penyelenggara negara” yang sungguh-sungguh menyelami “suasana kebatinan” UUD 1945. Sebab , sebagaiman dikatak oleh penjelasan UUD 1945 “ .... meskipun Undang-Undang Dasar itu tidak sempurna, akan tetapi jikalau semangat para penyelenggara pemerintahan baik, Undang-Undang Dasar itu tentu tidak akan merintangi jalannya negara”. Sebaliknya, jika “semangatnya” tidak baik, maka “ Undang-Undang Dasar tadi tentu tidak ada artinya dalam praktik”. Persoalannya kemudian adalah, dapatkah rakyat di negara ini terus-menerus menggantungkan nasib negaranya kepada “semangat para penyelennggara negara” (yang mungkin baik, mungkin juga tidak, atau memang baik, tetapi mengandung unsur-unsur yang kurang baik) tanpa adanya kontrol dari rakyat yang memiliki kedaulatan?. Dengan latar belakang pertanyaan ini, kita akan meninjau prospek negara hukum Indonesia di masa datang yang menjadi fokus pembahasan.
Meskipun UUD 1945 merupakan naskah konstitusi yang singkat, negara yang hendak dijelmakan secara normatif memenuhi  syarat-syarat sebuah negara hukum. Bahkan,  penjelasan umum UUD itu dengan tegas mengatakan bahwa negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtstaat), tidak berdasar atas kekuasaan belaka (machstaat). Pemerintah berdasarkan sistem konstitusional dan bukan berdasarkan atas absolutisme. Kedaulatan terletak di tangan rakyat yang dilaksanakan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai pemegang kekuasaan negara yang tertinggi. Presiden adalah mandataris MPR yang bertanggung jawab menyelenggarakan pemerintahan tertinggi di bawah MPR. Presiden Republik Indonesia.
          Dalam Perjalanan sejarah politik Indonesia modern, ketegangan antara aspirasi tegaknya sebuah “negara hukum”  dan realitas politik yang cenderung kearah “negara kekuasaan” sampai sekarang belum terselesaikan secara memuaskan. Dilihat secara dikotomis, baik konsep pembangunan “ Negara Hukum” maupun “Negara Kekuasaan” dapat digolongkan dalam suatu tipe ideal,  yang ciri-cirinya dapat dirumuskan secara ketat, Namun, dalam realitasnya, mungkin selamanya tidak akan ditemui negara yang benar-benar hukum atau negara yang benar-benar negara kekuasaan. Sungguhpun demikian, sangatlah mungkin bahwa salah satu dari konsep atau kecendrungan itu memainkan posisi yang lebih dominan. Hal ini sangat tergantung pada beberapa faktor, di antaranya : (a) faktor budaya hukum dan politik yang menopangnya; (b) faktor perimbangan kekuatan pengaruh antara dua kekuatan yang mendukung salah satu gagasan itu; (c) faktor tekanan dari dunia internasional. Dalam membicarakan prospek realisasi gagasan negara hukum di masa depan, tulisan ini memfokuskan perhatian pada tiga faktor – tentu disamping itu masih tersedia faktor lain – yang diperkirakan akan mempengaruhi dominannya pelaksanaan konsep negara hukum, atau sebaliknya dominannya realitas politik yang berorientasi kepada negara kekuasaan. Sebelum itu, dengan ringkas dikemukakan konsep negara hukum Indonesia sebagaimana dikandung oleh Undang-Undang Dasar 1945.
 Rumusan Masalah.
Berdasarkan uraian Latar Belakang  di atas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1.   Bagaimanakah Inti Teori Kebijakan Pembangunan Hukum Prof. Mochtar Kusumaatmadja?
2.   Bagaimana Peranan otoritas Hukum dan Kekuasaan dalam Teori Kebijakan Hukum? 
PEMBAHASAN
    Teori Kebijakan Hukum.
Prof. Mochtar Kusumaatmadja, tidak bisa lepas dari teori Kebijakan Pembangunan hukum, pengabdiannya di kampus dan birokrat telah ikut membantu penyebaran pandangan-pandangannya tentang hukum. Gagasan – gagasan Mochtar telah dimasukkan sebagai materi hukum dalam pelita I (1970 – 1975).
Teori kebijakan Pembangunan hukum diciptakan dan berkembang di Indonesia sehingga relatif sesuai apabila diterapkan pada masyarakat Indonesia, teori ini ditemukan oleh Prof.Dr. Mochtar Kusuma Atmadja, SH, LLM. Teori ini dijadikan hukum sebagai katalisator dan dinamisator sebagai sarana pembaharuan masyarakat Indonesia, serta menempatkan hukum berperan aktif dan dinamis sebagai sarana pembaruan, masyrakat dan bukan sebagai alat perubahan masyarakat (Law as a Tool of Social Engeenering).
Pada intinya teori kebijakan pembangunan hukum menegaskan bahwa hukum  harus didayagunakan untuk kepentingan pembangunan. Tulisan Pound banyak mempengaruhi pemikiran Mochtar ketika menempuh pendidikan Universitas Yale, Amerika Serikat. Dengan demikian pemikiran  Mochtar berkaitan erat dengan aliran Sociological Jurisprudence.
Menurut Mochtar bahwa pengertian hukum sebagai sarana adalah sebagai berikut :
1.   Di Indonesia peran perundang-undangan dalam proses pembaharuan hukum lebih menonjol.
2.   Konsep hukum sebagai alat sebagai penerapan “Legisme” seperti pada Zaman Hindia Belanda dan masyarakat cenderung menolak konsep seperti ini.
3.   Hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat sudah diterima sebagai konsep kebijakann hukum nasional.
     Peranan Otoritas dalam Kebijakan Pembangunan Hukum.
Teori kebijakan pembangunan hukum dijadikan sebagai sebuah strategi yang Sekterian disini dipahami bahwa otoritas kekuasaan dan hukum tidak hanya melekat pada negara atau birokrasi tetapi peranan media dan juga perubahan tekhnologi telah mengubah gagasan awal mengenai puncak relasi permainan kekuasaan dan hukum tidak dapat berdiri sendiri sebagai sebuah otoritas tunggal.
Mochtar Kusumaatmadja berhasil mengubah pengertian hukum sebagai alat (Tool), menjadi hukum sebagai sarana (Instrumen) untuk pembangunan masyarakat. Pokok-pokok pikiran yang melandasi konsep tersebut adalah bahwa : “ Ketertiban dan Keteraturan dalam usaha pembangunan dan pembaharuan memang diinginkan, bahkan mutlak perlu, dan bahwa hukum dalam arti norma diharapkan dapat mengarahkan kegiatan manusia kearah yang dikehendaki oleh pembangunan dan pemabaharuan itu “, (Uji Sugiono, http://acapujib blogspot.com).
Teori kebijakan pembangunan hukumyang berkaitan dengan fungsi dan perkembangan hukum dalam pembangunan nasional, dan hukum masyarakat, untuk memantapkan pendidikan hukum dan ilmu hukum untuk menjadikan Law as a Tool of Social Engeenering. Atas nama pembangunan hukum, para penegak hukum bekerjasama  dengan pembuat hukum untuk menghasilkan  berbagai undang-undang yang mampu melayani kepentingan mereka sendiri.
Dalam perkembangan hukum hukum di Indonesia teori kebijakan pembangunan hukum Prof Dr.H. Mochtar Kusumaatmadja, SH, LLM, mendapat banyak perhatian dari para ahli dan masyarakat, hal tersebut disebabkan  karena kebijakan pembangunan hukum tetap eksis di Indonesia karena diciptakan oleh orang  Indonesia dengan melihat dimensi dan kultur, Teori kebijakan pembangunan hukum ini memakai kerangka acuan pada pandangan hidup (Way of Live) masyarakat serta bangsa Indonesia berdasarkan asas pancasila. Dalam aspek fungsional teori ini memberikan dasar fungsi hukum sebagai sarana perubahan masyarakat (Law as a Tool of Social Engeenering).
Teori kebijakan pembangunan hukum merupakan teori hukum yang lahir dari kondisi masyarakat yang Pluralistik berdasarkan Pancasila, sehingga sangat sesuai apabila diterapkan pada masyarakat Indonesia.

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian dan pembahasan yang berkenaan dengan rumusan masalah dalam makalah ini, maka kesimpulan yang dikemukakan adalah:
1.   Teori kebijakan pembangunan hukum dijadikan sebagai sebuah strategi yang Sekterian disini dipahami bahwa otoritas kekuasaan dan hukum tidak hanya melekat pada negara atau birokrasi tetapi peranan media dan juga perubahan tekhnologi telah mengubah gagasan awal mengenai puncak relasi permainan kekuasaan dan hukum tidak dapat berdiri sendiri sebagai sebuah otoritas tunggal.
2.   Pada intinya teori kebijakan pembangunan hukum menegaskan bahwa hukum  harus didayagunakan untuk kepentingan pembangunan. Tulisan Pound banyak mempengaruhi pemikiran Mochtar ketika menempuh pendidikan Universitas Yale, Amerika Serikat. Dengan demikian pemikiran  Mochtar berkaitan erat dengan aliran Sociological Jurisprudence.
3.   Teori kebijakan pembangunan hukum merupakan teori hukum yang lahir dari kondisi masyarakat yang Pluralistik berdasarkan Pancasila, sehingga sangat sesuai apbila diterapkan pada masyarakat Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Arfani Risa Noer, 1996, Demokrasi Indonesia Kontemporer, PT. Raja Garfindo, Jakarta.
Cord, Robert L.dkk, Political Science,Practice Hall Company, California.
Mochtar Kusumaatmadja dan Arif B.Sidarta, 2000, Pengantar  Ilmu Hukum, Alumni, Bandung.
Sondang P.Siagian , 2000, Administrasi Pembangunan (Konsep, Dimensi, dan Strateginya), Bumi Aksara, Jakarta.

http://acep ujib.blogspot.com/2014/02/analist buku Mochtar – Kusumaatmadja – a.html. di akses pada tanggal  20 Juni 2017
   





     







KEBIJAKAN PUBLIK TERHADAP PEMERINTAHAN DAERAH (UU Tentang Pemerintahan Daerah)_Mukmin Muhammad

Mukmin Muhammad
email mukmintomy48048@gmail.com


Undang-undang Pemerintahan Daerah merupakan salah satu kebijakan publik dan atau kebijakan politik yang dirancanag untuk membangun format pemerintahan yang bisa memberikan dukungan terhadap kekokohan keberadaan NKRI,struktur pemerintahan harus dirancang sentralistis.Ide revisi itu berangkat dari kesatuan,sedangkan kemajemukan masyarakat daerah hanya sekedar diakomodasi sehingga selalu muncul desakan perbaikan agar supaya undang-undang pemerintahan daerah betul-betul berwujud nyata berpihak kepada rakyat,dimana sebagian besar pendududk berada di daerah.Dalam era Reformasi,setidaknya sudah tiga kali penggantian undang-undang pemerintahan daerah.Undang-undang akan selalu berubah mengikuti zaman.Hal ini dikarenakan tidak semua pasal dalam Undang-undang pas atau sesuai untuk diterapkan sepanjang zaman.Demikian juga dengan undang-undang tentang Pemerintahan Daerah.Dulu undang-undang yang digunakan adalah UU No.5 Tahun 1974,kemudian seiring berjalannya waktu diganti menjadi UU No.22 Tahun 1999,dan yang kemudian digantikan dengan UU No. 32 Tahun 2004,terakhir digunakan sekarang adalah UU No. 23 Tahun 2014.Sebelum UU No. 5 tahun 1974 digunakan,terlebih dahulu adalah UU No. 18 Tahun 1965.Sebenarnya tidak ada perbedaan principal dalam kebijakan pengelolaan pemerintahan daerah yang ada dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004 dengan Undang-undang No. 22 Tahun 1999,bahkan dengan UU No. 23 Tahun 2014.Atau dengan kata lain secara keseluruhan  Undang-undang tersebut memiliki kesamaan,namun yang ada adalah terdapat beberapa pasal yang mengalami perubahan.Namun demikian terdapat secara umum atau secara garis besar UU No.23 Tahun 2014 ini yang merupakan kombinasi UU No. 5 Tahun 1974 dan UU No.32 Tahun 2004,dimana fungsi Gubernur bukan hanya sebagai kepala daerah melainkan juga sebagai kepala wilayah.Dengan demikian Undang-undang Pemerintahan Daerah selalu menarik untuk dianalisis,mengapa undang-undang tersebut selalu mengalami bongkar pasang setiap suatu resim berkuasa.
Kata Kunci  : Kebijakan publik pemerintahan daerah era reformasi

                                                                                                       *  *  *